Pedang Jenderal Cakap (Gan Jiang) dan Pedang Penangkal Bala (Mo Xie)
Pedang
Jenderal Cakap (Gan Jiang) dan Pedang Penangkal Bala (Mo Xie) adalah 2
bilah pedang yang tercipta pada zaman negara-negara berperang. Ketika
masa itu, Raja Negeri Wu memerintahkan seorang pandai besi kenamaan
bernama Gan Jiang untuk menempa sebilah pedang. Setelah menerima titah,
Gan Jiang mencari bahan material, ia pun menemukan sebongkah bijih besi
besar, karena berwarna gelap Gan Jiang menamakannya Batu Hitam. Gan
Jiang telah berusaha siang malam dengan segala cara untuk melebur Batu
Hitam namun selalu gagal. Sebagai pandai besi terbaik Gan Jiang
menghadapi masalah besar. Dirinya pun putus asa, dalam sebulan rambutnya
memutih dan wajahnya menjadi bertambah tua. Batas waktu yang diberikan
hampir habis, Gan Jiang semakin risau, hari-harinya dihabiskan dengan
minum arak dan mabuk-mabukan.
Istri Gan Jiang; Mo Xie merasa iba sekaligus cemas melihat kondisi suaminya. Hingga suatu hari dalam keadaan mabuk tanpa sadar Gan Jian berkata; "kudengar pandai besi zaman dulu membuat pedang dengan mengorbankan nyawa manusia, tapi mana mungkin melakukan itu, kali ini aku sudah pasti gagal". Mendengar kata-kata suaminya, Mo Xie bertekad mengorbankan dirinya demi menjaga reputasi dan nama baik Gan Jiang sebagai seorang pandai besi terbaik sepanjang masa.
Tekad Mo Xie untuk berkorban sudah bulat, Gan Jiang tak kuasa menahan keinginan istrinya. Ia amat menyesal telah kelepasan bicara, sehingga membuat istrinya mengambil keputusan yang sedemikian rupa. Sebelum melompat ke dalam bara tungku api, Mo Xie meninggalkan pesan; "suamiku, aku akan menjadi keberhasilanmu sepanjang masa. cinta Gan Jiang dan Mo Xie sangat dalam dan abadi, tidak akan pernah berubah".
Mo Xie tak sayang berkorban nyawa. Hati Gan Jiang sangat pedih karena harus kehilangan istri tercinta. Agar pengorbanan istrinya tak sia-sia, Gan Jiang bekerja keras untuk melebur Batu Hitam. Gan Jiang seakan melihat roh Mo Xie yang mengitari api dan mencairkan Batu Hitam. Setelah 49 hari, Batu Hitam akhirnya mencair. Gan Jiang bekerja dengan bercucuran air mata. Setelah lama ditempa kedua akhirnya bijih besi menjadi berkilauan seperti pertama. Dari Batu Hitam terciptalah sepasang pedang jantan dan betina yang sangat tajam. Untuk memperingati istrinya, kedua pedang tersebut diberi nama Jenderal Cakap (Gan Jiang) dan Penangkal Bala (Mo Xie). Gan Jiang Hanya memberikan pedang Jenderal Cakap kepada raja Wu. Sedangkan pedang Penangkal Bala dibawa sendiri untuk pelepas rindu.
Belakangan Gan Jiang tidak sanggup lagi menahan beban rindu, ia pun bunuh diri. Semenjak saat itu, Pedang Jenderal Cakap dan Pedang Penangkal Bala dianggap sebagai pedang paling ideal. Namun anehnya semenjak dulu kedua pedang ini tak pernah bersatu sehingga kedua pasangan ini tak pernah bertemu. Sampai pada masa Dinasti Tang seorang ahli pedang menemukan Pedang Penangkal Bala, 10 tahun kemudian ia baru menemukan Pedang Jenderal Cakap. Ahli pedang tersebut berpendapat; bahwa sepesang pedang tersebut adalah pedang langka yang mengandung darah dan daging, dalam pedang ada jiwa cinta. Penangkal Bala pedang cinta, sedangkan Jenderal Cakap pedang kesetiaan. Jenderal Cakap dan Penangkal Bala saling bertautan, satu jiwa dua raga. Cinta mereka yang tak pernah luntur telah membuktikan adanya cinta di dunia. Sayangnya penyandang pedang pasti membunuh. Akhirnya cinta menjadi benci dan kesetiaan menjadi dendam. Kedua pedang tetap takkan bisa terhindar dari pertumpahan darah.
Istri Gan Jiang; Mo Xie merasa iba sekaligus cemas melihat kondisi suaminya. Hingga suatu hari dalam keadaan mabuk tanpa sadar Gan Jian berkata; "kudengar pandai besi zaman dulu membuat pedang dengan mengorbankan nyawa manusia, tapi mana mungkin melakukan itu, kali ini aku sudah pasti gagal". Mendengar kata-kata suaminya, Mo Xie bertekad mengorbankan dirinya demi menjaga reputasi dan nama baik Gan Jiang sebagai seorang pandai besi terbaik sepanjang masa.
Tekad Mo Xie untuk berkorban sudah bulat, Gan Jiang tak kuasa menahan keinginan istrinya. Ia amat menyesal telah kelepasan bicara, sehingga membuat istrinya mengambil keputusan yang sedemikian rupa. Sebelum melompat ke dalam bara tungku api, Mo Xie meninggalkan pesan; "suamiku, aku akan menjadi keberhasilanmu sepanjang masa. cinta Gan Jiang dan Mo Xie sangat dalam dan abadi, tidak akan pernah berubah".
Mo Xie tak sayang berkorban nyawa. Hati Gan Jiang sangat pedih karena harus kehilangan istri tercinta. Agar pengorbanan istrinya tak sia-sia, Gan Jiang bekerja keras untuk melebur Batu Hitam. Gan Jiang seakan melihat roh Mo Xie yang mengitari api dan mencairkan Batu Hitam. Setelah 49 hari, Batu Hitam akhirnya mencair. Gan Jiang bekerja dengan bercucuran air mata. Setelah lama ditempa kedua akhirnya bijih besi menjadi berkilauan seperti pertama. Dari Batu Hitam terciptalah sepasang pedang jantan dan betina yang sangat tajam. Untuk memperingati istrinya, kedua pedang tersebut diberi nama Jenderal Cakap (Gan Jiang) dan Penangkal Bala (Mo Xie). Gan Jiang Hanya memberikan pedang Jenderal Cakap kepada raja Wu. Sedangkan pedang Penangkal Bala dibawa sendiri untuk pelepas rindu.
Belakangan Gan Jiang tidak sanggup lagi menahan beban rindu, ia pun bunuh diri. Semenjak saat itu, Pedang Jenderal Cakap dan Pedang Penangkal Bala dianggap sebagai pedang paling ideal. Namun anehnya semenjak dulu kedua pedang ini tak pernah bersatu sehingga kedua pasangan ini tak pernah bertemu. Sampai pada masa Dinasti Tang seorang ahli pedang menemukan Pedang Penangkal Bala, 10 tahun kemudian ia baru menemukan Pedang Jenderal Cakap. Ahli pedang tersebut berpendapat; bahwa sepesang pedang tersebut adalah pedang langka yang mengandung darah dan daging, dalam pedang ada jiwa cinta. Penangkal Bala pedang cinta, sedangkan Jenderal Cakap pedang kesetiaan. Jenderal Cakap dan Penangkal Bala saling bertautan, satu jiwa dua raga. Cinta mereka yang tak pernah luntur telah membuktikan adanya cinta di dunia. Sayangnya penyandang pedang pasti membunuh. Akhirnya cinta menjadi benci dan kesetiaan menjadi dendam. Kedua pedang tetap takkan bisa terhindar dari pertumpahan darah.
No comments:
Post a Comment